Tahi lalat memang bisa mempermanis wajah seseorang, atau setidaknya bisa
jadi ciri khas sehingga mudah dikenali. Sebutlah aktor yang kini jadi
Wakil Gubernur Banten Rano Karno, memiliki ciri khas tahi lalat di
dagunya. Atau, Christine Hakim yang semakin memesona dengan tahi lalat
di garis tawa kanan.
Tahi lalat yang tidak membahayakan tak perlu dibuang. Lain halnya bila tahi lalat memerlihatkan ciri-ciri tidak biasa. Seperti pernah dialami Yekti P (38), seorang karyawati perusahaan swasta di Cikarang, Jawa Barat. Dia telah menjalani operasi kecil membuang tahi lalat di sudut hidungnya. “Sebelumnya tahi lalat saya ini besar, hitam, dan terasa gatal. Kadang-kadang terasa sakit,” katanya.
Di RSUD Slawi, dokter menyarankan tahi lalat tersebut dibuang. “Saat pengambilan tahi lalat, rasanya tidak sakit. Hanya saja saat dilakukan pembiusan di sekitar kulit memang sedikit sakit,” cerita Yekti yang akhirnya kehilangan ciri khas tahi lalat di sudut hidung.
Apa sebenarnya tahi lalat dan benarkah berpotensi kanker? Ahli dermatologi, dr Edwin Juanda,Sp KK mengatakan, tahi lalat itu terjadi karena zat pigmen yang bermunculan dalam satu titik. Secara ilmu kedokteran, lanjutnya, ada beberapa ciri yang memerlihatkan bahwa tahi lalat tersebut berbahaya. Yakni ukurannya besar, hitam, tepi (couture)-nya tidak rata, pigmentasinya juga tidak rata sehingga ada kecenderungan muncul warna cokelat, putih, serta hitam. Ciri lainnya adalah terus berkembang atau cepat membesar dan gatal.
“Bila sudah terjadi seperti itu, tahi lalat mesti dibuang,” kata Edwin yang berpraktik di Jakarta Skin Centre Radio Dalam, Jakarta Selatan.
Pembuangan tahi lalat dilakukan untuk kepentingan diagnosis apakah itu termasuk kanker atau bukan. Bisa dibuang sebagian atau sekaligus. Namun jika tahi lalatnya masih kecil, sebaiknya dibuang sekaligus. “Umumnya dokter kulit bisa tahu, kira-kira (tahi lalat) ini jahat atau nggak. Hal itu bisa dilhat secara kasatmata maupun dengan alat pembesar,” katanya.
Pemeriksaan selanjutnya, kulit yang diambil itu akan diperiksa menggunakan mikroskop. Dalam satu dua hari, kata dr Edwin, hasilnya sudah bisa diketahui. Jika kondisinya urgent seperti kanker payudara, maka bisa dilakukan operasi di rumah sakit.
Lalu apakah semua tahi lalat cenderung menjadi kanker? “Setiap tahi lalat ada potensi menjadi kanker. Bukan berarti 90 persen menjadi kanker, ya nggak. Harus dilihat ciri-ciri tadi, apakah terjadi perubahan terus membesar, rasa gatal,” jelasnya.
Menurut Edwin, tahi lalat juga harus dilihat di mana lokasinya. Jika tahi lalat berada di telapak kaki bisa jadi akan berkembang menjadi ‘jahat’. Hal ini bisa terjadi karena terjadi gesekan saat kita berjalan, dan itu berlangsung terus menerus.
“Jadi kalau punya tahi lalat di telapak kaki—walaupun kecil—buang saja,” tandas Edwin.
Tahi lalat di wajah yang terpapar sinar ultraviolet juga perlu diwaspadai. Untuk itu, sebaiknya berkonsultasi ke dokter jika memiliki tahi lalat dengan ciri-ciri tadi. Menurutnya, kasus tahi lalat jahat lebih banyak dialami masyarakat barat karena pigmennya lebih sedikit.
Tahi lalat yang tidak membahayakan tak perlu dibuang. Lain halnya bila tahi lalat memerlihatkan ciri-ciri tidak biasa. Seperti pernah dialami Yekti P (38), seorang karyawati perusahaan swasta di Cikarang, Jawa Barat. Dia telah menjalani operasi kecil membuang tahi lalat di sudut hidungnya. “Sebelumnya tahi lalat saya ini besar, hitam, dan terasa gatal. Kadang-kadang terasa sakit,” katanya.
Di RSUD Slawi, dokter menyarankan tahi lalat tersebut dibuang. “Saat pengambilan tahi lalat, rasanya tidak sakit. Hanya saja saat dilakukan pembiusan di sekitar kulit memang sedikit sakit,” cerita Yekti yang akhirnya kehilangan ciri khas tahi lalat di sudut hidung.
Apa sebenarnya tahi lalat dan benarkah berpotensi kanker? Ahli dermatologi, dr Edwin Juanda,Sp KK mengatakan, tahi lalat itu terjadi karena zat pigmen yang bermunculan dalam satu titik. Secara ilmu kedokteran, lanjutnya, ada beberapa ciri yang memerlihatkan bahwa tahi lalat tersebut berbahaya. Yakni ukurannya besar, hitam, tepi (couture)-nya tidak rata, pigmentasinya juga tidak rata sehingga ada kecenderungan muncul warna cokelat, putih, serta hitam. Ciri lainnya adalah terus berkembang atau cepat membesar dan gatal.
“Bila sudah terjadi seperti itu, tahi lalat mesti dibuang,” kata Edwin yang berpraktik di Jakarta Skin Centre Radio Dalam, Jakarta Selatan.
Pembuangan tahi lalat dilakukan untuk kepentingan diagnosis apakah itu termasuk kanker atau bukan. Bisa dibuang sebagian atau sekaligus. Namun jika tahi lalatnya masih kecil, sebaiknya dibuang sekaligus. “Umumnya dokter kulit bisa tahu, kira-kira (tahi lalat) ini jahat atau nggak. Hal itu bisa dilhat secara kasatmata maupun dengan alat pembesar,” katanya.
Pemeriksaan selanjutnya, kulit yang diambil itu akan diperiksa menggunakan mikroskop. Dalam satu dua hari, kata dr Edwin, hasilnya sudah bisa diketahui. Jika kondisinya urgent seperti kanker payudara, maka bisa dilakukan operasi di rumah sakit.
Lalu apakah semua tahi lalat cenderung menjadi kanker? “Setiap tahi lalat ada potensi menjadi kanker. Bukan berarti 90 persen menjadi kanker, ya nggak. Harus dilihat ciri-ciri tadi, apakah terjadi perubahan terus membesar, rasa gatal,” jelasnya.
Menurut Edwin, tahi lalat juga harus dilihat di mana lokasinya. Jika tahi lalat berada di telapak kaki bisa jadi akan berkembang menjadi ‘jahat’. Hal ini bisa terjadi karena terjadi gesekan saat kita berjalan, dan itu berlangsung terus menerus.
“Jadi kalau punya tahi lalat di telapak kaki—walaupun kecil—buang saja,” tandas Edwin.
Tahi lalat di wajah yang terpapar sinar ultraviolet juga perlu diwaspadai. Untuk itu, sebaiknya berkonsultasi ke dokter jika memiliki tahi lalat dengan ciri-ciri tadi. Menurutnya, kasus tahi lalat jahat lebih banyak dialami masyarakat barat karena pigmennya lebih sedikit.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar